HARI KE TIGA: MINGGU, 12 JUNI 2022
LOMBA MENULIS SELAMA 30 HARI BERSAMA DR. OMJAY :
MENULISLAH SETIAP HARI DAN BUKTIKAN APA YANG TERJADI!
MENULIS UNTUK KEABADIAN
BUAH RENUNGAN TENTANG WAFATNYA PAMANKU
OLEH
FRANS FERNANDEZ DARI PRAYA LOMBOK TENGAH
Hari ini kami melayat ke rumah paman yang wafat kemarin malam. Pamanku meninggalkan tiga istri (salah satunya sudah meninggal) dan dua puluh satu anak (salah satunya sudah meninggal juga) dan banyak cucu serta cicit.
Beliau kakak kandung dari almarhum ibuku. Di antara paman-pamanku, beliau adalah salah satu paman yang sangat menyayangiku. Walaupun secara umum aku adalah salah satu keponakan kesayangan dari Paman dan Bibiku.
Memoriku kembali mengingatkanku bagaimana seringnya papa dan mamaku mengajak berkunjung ke sana. Beliau bukanlah orang kaya, namun karena keramahan dan orangnya apa adanya membuat kami nyaman jika ke sana.
Aku sangat dekat dengan keluarga dari Ibu karena Ibuku memang berasal dari Cakra tempat kami lama tinggal. Paman tertua adalah seorang guru SD. Karena jarak tempat tinggal kami cukup jauh menyebabkan kami jarang ketemu. Namun sepupu kami sering berkunjung ke rumah kami.
Yang kedua adalah bibik. Beliau sangat menyayangiku, walaupun mereka bukan keluarga berada. Sepupu dari bibi ini agak dekat dari sisi usia sehingga kami bisa saling mengenal. Yang ketiga si paman yang baru saja meninggal dunia ini. Di antara sepupu kami ini, aku hanya mengenal sepupu yang seusia. Sedangkan di bawahnya kami tahu namun tidak terlalu hafal nama. Maklum kami jarang berkumpul kecuali jika ada kegiatan keluarga seperti ketika ada yang wafat. Atau ketika ada yang menikah, atau ada yang sunatan, dan sebagainya.
Di bawahnya paman kami, yang agak sedikit berbeda. Sebenarnya ia sayang kepada kami, namun karena karakternya yang keras dan tempat tinggalnya jauh menyebabkan kami jarang ketemu. Kecuali dengan sepupu yang seumuran. Kemudian paman di bawah ibuku. Beliau ini sangat dekat dengan kami sehingga kami tidak merasa beliau sebagai paman melainkan sebagai orang tua sendiri. Yang terakhir ada paman dari nenek tiri. Hanya ini yang masih hidup.
Karakter umum kami adalah ramah dan ramai. Walaupun mungkin secara ekonomi kami pas-pasan namun kami berusaha untuk saling membantu secara tenaga di setiap kegiatan kami.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa hubungannya dengan tema yang aku buat tentang dunia tulis menulis? Sangat jelas seperti yang diungkapkan oleh penulis-penulis besar. Salah satu yang bisa kita teladani adalah sastrawan besar kita PRAMUDYA ANANTA TOER.
Kurang lebih 50 karya beliau dan sudah duterbitkan ke dalam berbagai bahasa. Beberapa quote beliau sering dijadikan motivasi bagi penulis. Terutama tentang keabadian. Di antaranya:
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”.
Inilah salah satu quote dari Pramudia yang sangat memotivasiku dalam menulis. Aku ingin agar anak dan cucuku dapat membaca karya papanya, atau karya opanya. Aku ingin agar mereka tahu kisah keluarga ini, yang terkadang hanya tersimpan dalam kenangan lisan yang sering hilang dimakan waktu.
Salah satu kisah yang akan kutulis dalam waktu dekat adalah “Ingatanku pada Papa Djuan” di sini akan dikisahkan tentang perjalanan seorang prajurit TNI AD Aloysius Djuan Fernandez, dari keping demi keping ingatan seorang anak.
Aku juga ingin menulis tentang Ibuku : “Seorang wanita cerewet yang menjadikanku seperti sekarang ini”. Mama adalah tokoh yang paling dekat denganku. Karakternya sangat berbeda dengan ayahku. Ayahku begitu penyabar, sedangkan ibuku sangat cerewet.
Ketika aku berbuat salah, ibuku lebih banyak menggunakan omelan, sedangkan ayahku menggunakan kayu. Di mana gaya pendidikan saat itu masih membolehkannya. Satu kesalahanku bisa menciptakan seribu kata tak henti ibuku.
Pernah suatu hari saking lelahnya ayahku mendengar ibuku yang ngomel-ngomel melulu, ia kemudian mengambil tangan ibuku dan memukul ke mulut ibuku.
Bukannya ibuku diam. Malah ngomelnya makin menjadi-jadi.
“Oo… papa sudah berani memukul istri ya? Oo…papa merasa sudah bisa memberi makan anak orang lalu boleh memukulnya?” demikian yang diucapkan ibuku. Dan tentunya ada kata-kata lainnya.
“Itu tangan siapa yang mukul mulutnya sendiri?” jawab ayahku diplomatis. Di mana selama ini tidak pernah terucap sepatah katapun ketika ibuku ngomel.
Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana agar menulis bisa menjadi kebutuhan hidup demi keabadian?
Beberapa tips yang bisa aku anjurkan adalah:
1. Coba pikirkan apakah kita bisa mengenang kisah tentang kakek nenek kita, atau lebih jauh lagi tentang buyut kita? Lalu kita kembali ke diri kita, apakah kita masih bisa dikenang oleh cucu kita, oleh cicit kita?
2. Setelah kita tergerak dengan pertanyaan tadi, berarti sudah ada niat kita untuk menuliskannya. Mulailah dari yang terdekat. Misalnya ayah kita, ibu kita, paman dan bibi kita, anak-anak kita. Caranya adalah kumpulkan data – data keluarga yang penting-penting saja. Misalnya tempat dan tanggal lahir. Ingatan kita tentang mereka. Lalu kita bertanya kepada seluruh saudara yang terdekat untuk melengkapi datanya. Bila perlu kita mengetahui beberapa fakta sekitar kejadian.
3. Jika sudah terbiasa dengan itu, kita bisa meluaskan kisah kita kepada kakek nenek kita, opa oma kita, saudara dan saudari jauh kita. Caranya hampir sama dengan nomor dua di atas. Hanya mungkin kita harus lebih banyak keluar, bahkan bisa mengeluarkan dana cukup besar agar bisa berkunjung ke tempat mereka dulu berada. Misalnya aku, Opa dan Omaku berasal dari pulau Timor atau lebih tepatnya Atambua. Namun aku belum pernah ke sana. Jika aku akan menulis kisah opa dan omaku, maka minimal aku harus berkorespondensi dengan keluarga di sana. Hal ini dianjurkan jika keadaan ekonomi kita belum makmur. Kita bisa bertanya tentang siapa mereka, tempat dan tanggal lahir. Apa pekerjaan mereka saat itu. Bagaimana kehidupan mereka dan masyarakat saat itu. Dan banyak pertanyaan lainnya yang sesuai dengan tema tulisan kita. Seringkali data yang kita peroleh akan berkembang seiring kepenasaran kita atas ketidaktahuan kita.
4. Kita dapat mengembangkan ke data lebih jauh, misalnya data leluhur kita sehingga opa dan oma bisa di sana. Atau kakek nenek kita bisa berada di sana. Nah dari data-data yang kita kumpulkan itu bisa kita buat menjadi kisah fiksi atau non fiksi atau faksi. Tentunya harus diperhatikan fakta-fakta yang disajikan. Jika faktanya sahih dan tidak menimbulkan masalah, maka kita bisa membuatnya menjadi Biografi. Namun jika beberapa fakta masih kita ragukan, atau kita ingin membuat kisah yang menarik maka kita pilih faksi. Suatu cerita yang berdasarkan kisah nyata. Di sini kita bisa membuatnya menjadi kisah menarik, namun ada fakta nyata di dalamnya. Kita bisa menambahkan kisah fiktif misalnya bagaimana kisah percintaan mereka yang malu-malu jika ketemu. Atau jika ketemu mereka lebih banyak diam. Kemudian ada suatu peristiwa dramatis yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah.
5. Yang tidak kalah penting adalah “memulai menulis!” tanpa ini tidak mungkin suatu karya bisa tercipta. Cari buku – buku bacaan pendukung yang seide dengan apa yang akan kita tulis. Aku menyarankan untuk kisah sejarah keluarga ditulis dalam bentuk faksi seperti Laskar Pelangi meskipun berbasis kisah nyata penulisnya dan tokoh-tokoh di dalam novel itu ada dalam kehidupan nyata, Andrea Hirata tetap menempatkannya sebagai novel karena jalan cerita yang sudah tidak lagi mengikuti kisah sebenarnya.
Karena kita sadar bahwa fakta-fakta yang tersaji agar lebih menarik maka dibuat dalam bentuk cerita. Apalagi tokoh yang kita jadikan unsur utama dalam kisah bukanlah tokoh besar. Namun tokoh ini menurunkan begitu banyak buah-buah kebaikan.
Seumpama tokoh ayahku. Beliau seorang tentara yang baik dan patuh dalam menjalankan tugasnya. Disiplinnya sangat tinggi. Bahkan ia menjadi panutan banyak orang. Ia sangat dibutuhkan dalam setiap kegiatan, khususnya ketika anak buahnya akan menikah. Maka ia akan bergerak cepat. Bagaimana ia sangat dicintai oleh para ponakan. Bagaimana ia dapat mengajarkan bahasa Indonesia kepada para pasukan Pro Integrasi Timor Timur. Dan masih banyak lagi.
Namun siapa dia? Ia hanyalah seorang prajurit Kopral Satu. Bahkan ketika ia lulus dan siap berangkat untuk kenaikan pangkatnya ke sersan dua, ia langsung digantikan oleh orang yang tidak lulus dalam tes. Maka di sini kita bisa membuat kisah menarik bagaimana peran dan sepak terjangnya ketika ia lebih baik tidak berangkat daripada mengeluarkan uang untuk syarat kelulusan. Di sini banyak ide fiksi yang keluar.
Selamat mencoba, semoga sukses…
Salam dari pulau Jalan Lurus Lombok
Praya, 12 Juni 2022
Fransisco Xaverius Fernandez, S.Pd.Mat
Guru Motivator Kerukunan, Damai Sejahtera, demi Kebahagiaan pribadi dan bersama.
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA DAN MOHON MENINGGALKAN JEJAK DI KOMENTAR: